Profil

Selasa, 15 November 2016

Selalu Menjadi Ramadhan Yang Indah



Mungkin apa yang kurasakan saat Ramadhan tiba itu klise dan pasaran, tapi aku memang selalu bahagia saat bulan penuh Barokah ini tiba. Setiap Ramadhan aku selalu membuat kegiatan Pesantren Kilat atau Sanlat untuk anak-anak yang tinggal di lingkungan rumah. Modalnya Cuma kuat dengan emosi anak yang naik turun karena lagi puasa dan sebuah mushola kecil peninggalan kakek. Tak kusangka jika antusias anak begitu besar hingga membuat mushola kecil milik keluarga terasa sesak dengan riuhan canda tawa dan suara menghafal anak-anak.
Aku dan suami membaginya dalam dua kelas. Dari kelas tiga SD sampai SMA dia yang pegang, nah dari kelas tiga SD ke bawah aku yang pegang. Sengaja aku ambil anak-anak yang paling kecil karena aku tahu, jika laki-laki takkan sesabar wanita saat mengajari anak yang rewelnya kambuh saat mengaji. Meski kadang emosi dan tenaga terkuras, namun ada sebongkah kebahagiaan yang mendekap kami berdua dengan eratnya. Selalu ada cerita menarik yang kami bagi setelah selesai mengajar. Inilah barokah bulan Ramadhan. Kebahagiaan itu datang bukan dari hal yang besar apalagi mewah. Tapi kebahagiaan itu justru datang saat melihat anak bisa belajar abatasa dan pulang dengan wajah kebanggaan untuk dipamerkan pada orang tuanya.
Alhamdulillah ada sekitar 40 anak yang kami ajar Ramadhan ini. Rencananya berakhir di tanggal 25 ramadhan. Ada banyak hal yang kami jadikan bahan ajaran, seperti Fiqih, Tauhid, Tajwid Al-Qur’an, Bahasa Arab dan BTQ. Kelas yang di pegang suami masuk jam 7.30 dan berakhir jam 11.00 WIB. Sedangkan kelas ku hanya berakhir di jam 10 untuk anak SD, dan jam 9 untuk anak usia TK dan PAUD. Sengaja di bedakan karena memang jam mood nya anak berbeda sesuai usia mereka. Anak TK dan PAUD biasanya lebih mudah bosan, apalagi harus mengantri mengaji dengan hanya satu guru. Biasanya aku mendahulukan menulis. Siapa yang sudah selesai menulis, mereka baru boleh ngantri mengaji.
Beberapa anak SMP malah ingin ada acara tadarusan khusus mereka sendiri setelah Ashar. Baiklah, aku tak pernah mampu menolak keinginan yang mulia seperti itu. anak lain pun sebenarnya ingin ikutan, namun bukan karena tak di izinkan anak SMP, melainkan mereka harus tadarus di Masjid Jami’.
“ ngaji dimanapun sama saja. Gak ada bedanya. Yang penting jangan buang waktu barokah dengan main saja.” Ucapku saat melihat wajah penuh sesal karena tak bisa ikutan tadarus bersamaku.
Bukannya aku dan suami tak ingin berbagi kebahagiaan dengan orang lain sehingga tak mencari guru lain untuk membantu. Namun, karena masalah dana dan kecocokan murid yang tak bisa di ganggu gugat. Mushola kami berdiri sendiri dengan dana keluarga. Kecil, tapi semoga saja bermanfaat. Amiin. Kami tak ingin membebani warga yang sudah harus patung sana-sini untuk masjid dan urusan sekolah. Kami memang tak formal atau istilahnya kami ini ilegal. Hanya mendapat persetujuan ketua RT dan RW saja tanpa nomor registrasi dan pengakuan pemerintah. Tapi kami senang dengan antusias anak-anak. Mereka belajar dengan rajin dan sungguh-sungguh. Jadi, kami tidak punya anggaran untuk menggaji guru lain. Dan untuk masalah kecocokan, ini memang jadi sedikit masalah.
Aku sempat meminta tolong pada tetangga saat aku melahirkan, dan hasilnya semua anak minder dan ketakutan. Mungkin karena watak aku dan tetangga berbeda. Sejak saat itu aku tak lagi berani meminta bantuannya karena aduan anak-anak yang membuat telingaku merah. Aku pun sempat meminta ponakan agar membantuku mengajar karena anak-anak terlalu banyak dan suasana yang mulai tidak terkendali akibat cuaca dan suhu udara di ruangan yang terlalu sempit dan sumpek. Lagi-lagi mereka ketakutan dan lebih memilih diam menungguku dengan sabar di antrian yang panjang untuk mengaji. Aku hanya bisa tertawa kecil saat melihat tingkah mereka semua. Berteriak ingin ngaji duluan dan protes dengan udara panas di ruangan, namun setelah aku minta bantuan ponakan mereka malah mojok dan bilang mau ngantri saja. Aku tahu, ponakanku pasti sangat sebal dengan jawaban anak-anak saat itu. Ah, dasar anak-anak. Tingkah mereka selalu saja membuatku ingin tertawa sendiri.
Malah ada anak yang sudah menjadikanku ibu keduanya. Mau pipis aku yang pipisin, mau benerin kerudung aku yang benerin, aku lagi merhatiin anak lain ngaji dia malah peluk-peluk dari belakang sambil curhat ini-itu. semuanya indah untuk di kenang. Ini adalah Ramadhan kelima kami melakukan kegiatan ini. Juga menjadi Sanlat terlama karena waktu libur anak yang lumayan lama. Plus menjadi Ramadhan kelima aku bersama suami dan Ramadhan ketiga bersama si kecil yang paling menggemaskan, Miqdad Syafiq Aljauhari Munawar.
Aku berdo’a pada Allah, semoga ada Ramadhan selanjutnya bagi kami untuk berbagi ilmu pada anak-anak. Dan semoga Ramadhan yang akan datang menjadi Ramadhan yang makin penuh barokah untuk kami semua. Ramadhan yang selalu indah dan semakin indah untuk di rindukan dan selalu paling sulit untuk berpisah. Semoga Allah memberikan barokah Ramadhan, barokah Umur dan Rizki untuk keluarga kecil kami. Amiin.
Ini foto-foto kegiatan kami Ramadhan tahun 2015.







  
Cerita ini pernah diikut sertakan dalam lomba yang diselenggarakan oleh penerbit Emir Books dan pernah di publikasikan di website penerbit Emir Books .